Lebihdari 14.000 pulau di Indonesia memiliki ukuran luas yang berbeda-beda. Namun ada 10 pulau terbesar di Indonesia, berikut daftarnya. Beijing KBRI Beijing bekerja sama dengan INACHAM menggelar Indonesia Fair 2023. Mengambil tema 'Wonderful Indonesia' kegiatan ini memamerkan produk pariwisata dan budaya RI. Pameran ini dilaporkan yang terbesar pertama diadakan di Tiongkok paska pembukaan kembali Negeri Tirai Bambu usai pandemi Covid-19. Tercatat pengunjung, baik para duta besar negara asing, kalangan diplomatik, pengusaha Tiongkok, media, masyarakat lokal hadir dalam kegiatan itu. Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini? "Indonesia Fair menawarkan pengalaman lengkap untuk menjelajahi Wonderful Indonesia melalui budaya, makanan, produk unggulan, tujuan pariwisata dan tentu orang-orangnya," kata Duta Besar RI untuk Tiongkok, Djauhari Oratmangun, dikutip dari siaran pers KBRI Beijing, Minggu, 11 Juni 2023. "Di sini kita bisa menikmati jajanan kuliner khas Indonesia seperti sate ayam, nasi kuning dan nasi kapau, serta mencicipi kopi asli dan sarang burung walet khas Indonesia," ungkap Dubes Djauhari dalam sambutan pembukaan Indonesia Fair. Baca juga Kerja Sama Pemberantasan Korupsi Indonesia-Tiongkok Diperkuat Dubes Djauhari juga meluncurkan akun resmi KBRI Beijing di aplikasi Kuaishou dan Snack Video serta acara Indonesia Fair juga disiarkan secara live di kedua aplikasi media sosial tersebut. Terdapat tiga orang key opinion leader KOL dengan masing-masing memiliki sekitar sepuluh juta followers di berbagai platform media sosial di Tiongkok yang ikut meliput Indonesia Fair. Walau dalam kondisi kehangatan musim panas Beijing, para pengunjung memadati halaman KBRI Beijing untuk menikmati hiburan, berjoget bersama dan berburu produk-produk ekspor Indonesia yang telah memasuki pasar Tiongkok. Pengunjung juga memenuhi berbagai warung yang menjajakan aneka camilan khas Indonesia. Tak hanya itu, Indonesia Fair juga dimeriahkan dengan berbagai pertunjukan seni dan budaya dari Indonesia, promosi tujuan pariwisata serta demo masakan dan kopi Indonesia. Terdapat bintang tamu yang khusus di datangkan dari Indonesia yaitu Dharma Oratmangun, Elvi Zubay dan Bung Karno. Pengunjung juga dibuat kagum dengan penampilan tarian tradisional Indonesia yang dibawakan Sanggar Tari Yingde yang keempat penarinya merupakan WN RRT yang fasih berbahasa Indonesia. Turut hadir Wali Kota Malang untuk mempromosikan investasi, pariwisata, dan produk-produk unggulan Kota Malang lainnya. Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun Google News Sarangburung walet telah lama menjadi komoditas ekspor Indonesia yang bernilai jual tinggi di pasar ekspor. Selain itu, Indonesia juga merupakan produsen sarang burung walet terbesar sedunia dengan total produksi mencapai 79%. Negara tujuan ekspor utama sarang burung walet Indonesia adalah Tiongkok, Hongkong, dan Singapura. Ketika liburan sekolah tiba mungkin bagi kamu yang sudah memiliki buah hati akan nampak sedikit kerepotan akibat memikirkan destinasi wisata mana yang akan di datangi untuk mengisi waktu libur bersama si kecil. Salah satu tujuan wisata yang banyak di datangi dengan membawa si kecil biasanya adalah kebun binatang, kebun buah atau mungkin arena bermain di dalam sebuah pusat perbelanjaan mall. Mengisi liburan bersama anak pastinya harus ke tempat – tempat yang ramah anak dan setidaknya ada wawasan atau ilmu yang akan di dapatkan oleh anak selepas pulang dari tempat wisata tersebut. Kali ini akan mengajak kamu mengulas sebuah tempat yang dapat kamu kunjungi saat bersama si kecil bahkan untuk kamu para pecinta hewan khususnya burung pastinya salah satu sudut di kota Bali ini tak boleh terlewatkan. Tempat ini adalah sebuah pasar hewan khususnya burung yang dikenal dengan Pasar Burung Satria. Yuk, simak ulasan mengenai Pasar Burung Satria berikut ini! Pasar Burung Satria Sumber Gambar Mengajak si kecil melihat berbagai jenis hewan khususnya jenis burung di Pasar Burung Satria nampaknya bisa jadi pilihan yang baik. Apalagi untuk kamu para pecinta burung pastinya ingin mengunjungi pasar hewan terbesar di Bali tepatnya berada di Denpasar. Pasar yang sudah berdiri sejak 1980 an ini banyak di datangi pecinta hewan yang ingin membeli hewan yang pastinya untuk tujuan di pelihara. Pasar burung terbesar di Bali ini awalnya tak langsung berdiri dengan seleluasa seperti sekarang, dulunya pasar ini hanya memiliki luas sekitar 6 x 15 meter saja dengan jumlah penjual yang bisa dihitung jari dan jenis burung yang dijual saat itu juga tak banyak. Sumber Gambar Selama di pasar ini kamu tak akan merasa seperti di pasar hewan namun justru seperti di sebuah kebun binatang mini karena kamu bisa menemui berbagai jenis hewan lainnya disana selain berbagai jenis burung. Untuk jenis burung yang bisa kamu lihat di Pasar Burung Satria misalnya burung cucakrowo, burung robin, burung jalak keling, burung pipit, burung perkutut hingga burung langka lainnya dan burung yang berasal dari luar Pulau Bali. Untuk harga burung disana tak begitu mahal semuanya sesuai dengan jenis dan keunikan yang dimiliki burung tersebut misalnya bila burungnya langka, kicauannya bagus dan warna nya cantik maka dipatok harga jutaan rupiah. Harga umum di pasar burung ini dimulai dari puluhan ribu hingga puluhan juta dan pastinya kondisi burung disini sehat – sehat. Salah satu contoh jenis burung dan harganya yakni burung cendet muda hutan dengan harga mulai dari Rp burung punai dengan harga mulai dari Rp sampai Rp burung ciung batu dengan harga mulai Rp burung murai batu berkisar dari Rp dan masih banyak lagi. Buat kamu yang tak begitu suka dengan burung kamu bisa melihat berbagai hewan lainnya di pasar ini misalnya berbagai jenis ayam, reptil, anjing, marmut, hamster, kelinci, ikan hias dan masih banyak lagi. Harga yang di bandrol untuk hewan selain burung juga tak begitu mahal karena semuanya sesuai dengan jenis dan ukuran serta keunikan hewan tersebut misalnya ayam kalkun yang dijual seharga Rp ayam cemani atau ayam hitam dengan harga mulai dari Rp aneka ikan hias mulai dari Rp hingga ratusan ribu dan masih banyak lagi. Seperti pasar pada umumnya, di pasar burung ini juga kamu bisa menawar harga hingga akhirnya penjual memberi harga terbaik untukmu. Biasanya 1 kios pedagang bisa menjual hingga ratusan ekor burung dengan berbagai macam jenis ditambah juga dengan hewan lainnya walau tak sebanyak jumlah burung. Disini juga tersedia kios yang menjual berbagai perlengkapan untuk hewan peliharaan mulai dari sangkar, akuarium, makanan hewan, multivitamin khusus hewan hingga aksesoris untuk hewan. Bila kamu sengaja membawa si kecil ke pasar burung ini jangan lupa untuk memberi sedikit ilmu kepadanya mengenai jenis hewan yang ia jumpai disini atau bila memungkinkan kamu bisa membelikan si kecil sebuah hewan lucu untuk ia pelihara di rumah. Fasilitas umum di pasar ini cukup baik misalnya adanya toilet umum dan lahir parkir yang cukup luas untuk mobil dan motor. Tenang saja, untuk masuk ke area pasar ini sama sekali tak dipungut biaya apapun, kamu cukup menyiapkan uang parkir kendaraan saja biasanya sebesar Rp Sedikit tips untuk kamu bila mau berkunjung kesini baiknya datang di pagi hari agar bisa melihat – lihat dengan leluasa dan kondisi pasar juga tak begitu ramai saat pagi lalu pastikan kamu memakai masker karena bau menyengat dari kotoran berbagai hewan tercium sangat kencang. Rute ke Pasar Burung Satria Lokasi pasar ini berada tepat di pinggir jalan raya yaitu di Jl. Veteran no. 66, Denpasar Utara. Bila kamu memulai perjalanan dari Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai maka hanya sekitar 25 km saja atau setara dengan 25 menit, lokasinya tak jauh dari Puri Agung Denpasar dan Satria Art Space.
5Jenis Burung Cendet yang Populer di Indonesia. Jenis burung cendet yang populer di Indonesia dan memiliki suara merdu. Selain itu, cendet juga termasuk burung yang pandai menirukan burung lain sehingga banyak yang tertarik memeliharanya. Dibaca : 10.760 kali. Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya.
This article aims to analyze the relationship between state and illegality which taking place at the center, namely in Jakarta. The study becomes significant for examining how mechanisms and relations of non-state and state actors occur. Many ethnographic studies of illegal activities, such as gold mining, logging, and fishing show that such businesses take place on the periphery or border where the state has weak control over such places. Data is conducted by literature study and short field observations. Our case studies of illegal trade in the bird market in Jakarta will question the Weberian perspective which defines the state as a legal and rational institution that will always enforce control in its territory. In this article, we consider the state as a relational arena where it is possible for various actors, both non-state and state actors, to participate in illegal activities through contestations or collaboration to achieve their respective interests or goals. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free JURNAL ANTROPOLOGIISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 22 NO. 01 JUNE 2020Available online at Antropologi Isu-Isu Sosial Budaya ISSN Online 2355-5963 1 P a g e Attribution-NonCommercial International. Some rights reservedNEGARA DAN ILEGALITAS STUDI KASUS PERDAGANGAN BURUNGDI WILAYAH JAKARTAIndraini Hapsari 1*, Semiarto Aji Purwanto 21 2 Department of Anthropology, Faculty of Social and Political Sciences, Universitas Indonesia, Jakarta, 25th December, 2019Review 06thMarch, 2020Accepted 30th April, 2020Published 1st June, 2020Available Online June, 2020This article aims to analyze the relationship between state andillegality which taking place at the center, namely in Jakarta. Thestudy becomes significant for examining how mechanisms andrelations of non-state and state actors occur. Many ethnographicstudies of illegal activities, such as gold mining, logging, and fishingshow that such businesses take place on the periphery or borderwhere the state has weak control over such places. Data is conductedby literature study and short field case studies ofillegal trade in the bird market in Jakarta will question the Weberianperspective which defines the state as a legal and rational institutionthat will always enforce control in its territory. In this article, weconsider the state as a relational arena where it is possible for variousactors, both non-state and state actors, to participate in illegalactivities through contestations or collaboration to achieve theirrespective interests or illegality; bird trade; center-periphery;Jakarta.* E-mailindrainihapsari PENDAHULUANktivitas perdagangan satwa liar bukanlahsebuah fenomena yang baru. Menurutvan Uhm 2016, sejak peradabanmanusia yang paling awal, aktivitas perda-gangan satwa hidup sudah terjadi, yakni mulaidari masa kekuasaan Firaun di Mesir sampaipara kaum aristokrat di era modern ini. RamsesII sering terlihat bersama dengan peliharaannyaberupa seekor singa dan Julius Caesar jugapernah menerima hadiah berupa seekorjerapah dari Cleopatra 20161. Hal ini menun-jukkan bahwa sejak zaman awal peradabanmanusia hingga dewasa ini, pasar untuk satwa,baik sebagai bahan makanan, bahan pakaian,peliharaan, atau objek hiburan sudah banyakdiminati oleh kalangan-kalangan mengenai pasar hewan, tidaklengkap bilamana tidak membahas mengenaipasar yang ada di kawasan Asia. KawasanAsia merupakan pusat perdagangan satwa liaryang dilindungi yang menjadi sumber, jalurtransit, dan juga pasar hewan langka. KawasanAsia Tenggara sendiri sudah dikenal sebagaipusat perdagangan satwa liar wildlife trade.Indonesia yang memiliki biodiversitas yang tinggimenjadi sumber yang penting di dalam per-dagangan gelap satwa liar yang dilindungi. Kepo-lisian menyebutkan kegiatan ilegal ini mendudukiurutan ketiga kejahatan di Indonesia yangjumlahnya berada di bawah perdagangan narko-tika dan terorisme Tempo 2019 26.Pasar yang menjual satwa liar terbesar diAsia Tenggara terletak di Indonesia, tepatnya dikawasan ibu kota, Jakarta, yaitu Pasar Barito,Jatinegara, dan Pramuka TRAFFIC 2015. Per-dagangan satwa, baik yang legal maupun ilegal,terjadi di tiga pasar tersebut. Pasar Barito yangterletak di Jalan Barito, Jakarta Pusat, terdiri ataskurang/lebih 30 deretan kios yang secara khusus INDRAINI HAPSARI, SEMIARTO A PURWANTO/JURNAL ANTROPOLOGIISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 22 NO. 01 JUNE 20202 P a g e INDRAINI HAPSARI, SEMIARTO A PURWANTOmenjual burung dan hewan lainnya yangterletak di pinggir jalan. Pasar Jatinegara,Jakarta Timur, terdiri atas kurang/lebih 40 tokoburung permanen yang terletak di kanan dankiri jalan Jalan Kemuning; dan tambahanbeberapa pedagang burung dengan kios yangtidak permanen yang berjualan di depan kiospermanen dan juga di tepian Jalan MatramanRaya. Pasar Pramuka yang telah beroperasisejak tahun 1976 berdiri di atas gedungpermanen yang terdiri atas empat lantai denganratusan kios yang didominasi oleh penjualburung dan juga perlengkapan burung, sepertimakanan dan kandang. Selain menempatigedung utama, ada juga beberapa kios burungpermanen yang terletak di sekitar gedungutama TRAFFIC 2015.Pemaparan mengenai aktivitas perdaga-ngan satwa liar di atas memunculkan perta-nyaan-pertanyaan penelitian. Apakah aktivitasilegal selalu dikaitkan dengan negara yangmemiliki kontrol yang lemah di dalamnya?Apakah dengan memasukkan kontrol negarayang lebih kuat di dalam aktivitas perdagangansatwa ilegal akan mengurangi atau menghi-langkan jumlah aktivitas tersebut? Bagaimanadengan Indonesia sendiri sebagai salah satunegara yang dijadikan sumber penting di dalamperdagangan satwa liar, apakah ini menggam-barkan sistem pemerintahan dan penegakanhukum yang lemah?. Tulisan ini bertujuan untukmenganalisis hubungan antara negara danilegalitas dalam melihat aktivitas perdagangansatwa liar yang terjadi di ibu kota negara danpengawasan yang dilakukan oleh negaraterhadap aktivitas METODE PENELITIANata di dalam artikel ini diperoleh denganmemanfaatkan studi berbagai literaturyang membahas mengenai ilegalitasyang terjadi di Indonesia. Selain melakukanstudi literatur, untuk mendapatkan data me-ngenai praktik ilegalitas di wilayah center,penulis melakukan penelitian empirik dan pe-ngamatan secara singkat. Penelitian empirikyang melihat relasi antara manusia dengankomunitasnya, manusia dengan sumber dayaalam, serta manusia dengan hukum akanmemperlihatkan non-obvious connections anta-ra regulasi-regulasi tertentu dan bagaimanaindividu atau kelompok merespons regulasitersebut Teletsky 2017 120. Penelitian perta-ma dilakukan dengan melakukan wawancaradengan pegiat yang ada di sebuah lembagayang terkait dengan konservasi dan per-dagangan komoditas burung pada bulanAgustus tahun 2019. Dalam penelitian yangkedua, penulis melakukan wawancara danpengamatan singkat di sebuah pasar burung diJakarta pada bulan April dan September perdagangan burung ilegal di sebuahpasar burung di Jakarta dipilih karena selainberkaitan dengan komoditas burung terutamakicau yang tengah menjadi tren di kalanganpecinta burung di perkotaan, juga erat kaitannyadengan lokasi dari pasar tersebut. Lokasipenelitian dipilih karena beberapa seperti yang telah dijelaskan sebe-lumnya, berdasarkan laporan yang dikeluarkanoleh TRAFFIC 2015, beberapa pasar hewan diJakarta menjadi salah satu pasar yang menjualsatwa liar terbesar di Asia Tenggara. Kedua,secara konseptual, lokasi tempat perdaganganburung ilegal yang berada di ibu kota membuatpenulis memikirkan kembali mengenai konsepdan/atau teori mainstream mengenai stateformation yang selama ini dipahami denganmenggunakan kerangka berpikir Weberian. Lo-kasi pasar yang berada di ibu kota juga dapatmembongkar pernyataan yang selama inimengatakan bahwa aktivitas ilegal terjadi diwilayah yang mana negara lemah kontrolterhadapnya Ballard 1997; Tagliacozzo 2005;Erman 2008; Ford & Lyons 2019.C. HASIL DAN PEMBAHASAN1. Kajian Praktik Ilegalitas di Indonesiaeberapa literatur telah menginspirasipenulis dalam penulisan artikel dengan to-pik mengenai relasi antara negara denganaktivitas perdagangan burung ilegal ini. Tinjauanterhadap literatur-literatur juga dapat membuatpenulis menemukan relung yang dapat diisi ataudiperkaya novelty dengan penelitian yang pertama datang dari Erman 2008yang membahas mengenai relasi antara aktor-aktor negara dan para penambang timah ilegal diPulau Bangka. Fokus utama dari tulisan iniadalah melihat bagaimana suatu aktivitas eko-nomi ilegal adalah bukan sekadar persoalanmemberikan label sebagai transaksi yang terdaf-tar atau tidak, tetapi juga mengenai relasi kuasadi antara aktor negara dengan masyarakat dalamusaha untuk mendapatkan akses sumber dayatimah. Erman 2008 juga menjelaskan mengenaialasan mengapa Pulau Bangka menjadi wilayahyang strategis untuk dilakukannya penyelundu-pan terhadap timah. Penyelundupan timah yangbanyak terjadi di Bangka disebabkan oleh kondisigeografis Bangka yang strategis, yakni dikelilingioleh lautan dan pulau-pulau kecil, serta dekatdengan pasar bebas di Singapura dan Penang2008 93. Dengan kata lain, di dalam kontekskasus yang dijelaskan oleh Erman 2008,pertam-bangan ilegal timah di Bangka dapatberlangsung dan berkelanjutan karena lokasinyayang dianggap strategis, yakni di wilayah yang INDRAINI HAPSARI, SEMIARTO A PURWANTO/JURNAL ANTROPOLOGIISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 22 NO. 01 JUNE 20203 P a g eINDRAINI HAPSARI, SEMIARTO A PURWANTO jauh dari jangkauan negara danberdekatan dengan pasar pengawasan negara juga men-jadi penyebab perdagangan macan tutulSunda, Prionailurus javanensis, yang masihterus berlanjut hingga kini Nijman, dkk. 2019.Pada kasus yang lain, Jepson, dkk. 2011juga melaporkan lemahnya kapasitas negarauntuk meregulasi, absennya organisasi kor-porat besar, serta tidak adanya budaya yangkuat untuk melakukan konservasi satwa liardalam diri masyarakat menjadi faktor terbesarpenghambat sulitnya melakukan konservasiburung-burung liar di Indonesia. Baik tulisanNijman, dkk. 2019 maupun Jepson, dkk.2011 membuat penulis kembali berefleksi,apakah aktivitas ilegal memang berkaitandengan kontrol negara di periferi yang Iskandar dan Iskandar 2015 mengenaikontes burung kicau di Bandung, Jawa Baratdan dampaknya terhadap konservasi burung dialam memberikan penulis gambaran lain me-ngenai keterkaitan antara aktivitas pemeliha-raan, perdagangan, dan kontes burung denganjumlah perburuan burung di alam. Merekamelihat bahwa aktivitas pemeliharaan burung,kontes burung, dan perdagangan burung yangjustru terjadi di perkotaanlah yang mendorongperburuan burung yang tidak terkendali dipedesaan. Sayangnya, mereka tidak secaramendalam menguraikan bagaimana prosesperdagangan burung liar di perkotaan dapatterjadi dan Temuan Empiris di LapanganSelain mengulas beberapa literatur, penulisjuga melakukan pengamatan singkat ke sebuahlembaga konservasi burung dan sebuah pasarburung untuk mendapatkan temuan bulan Agustus 2019, penulis mengunjungisebuah lembaga konservasi yang berfokuspada pelestarian burung-burung liar diIndonesia. Penulis berbincang dengan salahseorang pegiat di lembaga tersebut. Menu-rutnya, upaya konservasi burung langsungberkaitan dengan aktivitas pemeliharaanburung bird keeping dan juga kontes burungbird contest.“Belakangan ini, tren bird keeping dancontest jadi lebih popular lagi diIndonesia. Dulu, aktivitas memeliharaburung lebih banyak dikaitkan dengantradisi Jawa, kukila. Kalau kukila yangdipelihara cuma perkutut. Perkutut jadilambang prestisenya laki-laki ini, alasan orang memeliharaburung sudah mengalami pergeseran;jenis burung yang dipelihara juga lebihberagam. Hampir semua song bird seper-tinya, ya. Selain bird keeping, sekarangkontes burung juga sudah banyak dite-mukan di berbagai daerah di yang dikonteskan juga sangatberagam jenisnya, terutama song bird keeping dan bird contest taditelah menyebabkan peningkatan perbu-ruan burung di daerah-daerah tersebut juga banyak dijualdi perkotaan, bahkan kota besar, sepertiJakarta. Saya pernah mengobrol dengansalah satu petinggi di kantor BKSDA,beliau bilang bahwa pasar itu bagaikansuatu etalase. Burung-burung yang dipa-jang di dalam sangkar yang dilihat olehpembeli, itu cuma sebagian yang muncul balik itu, ada burung-burungkhusus yang hanya dikeluarkan ke seriousbuyer saja.”Catatan lapangan, 28 Agustus 2019Memelihara burung sangat popular dansudah menjadi hobi banyak orang di IndonesiaIqbal 2015132. Burung yang dipelihara keba-nyakan merupakan burung hasil perdaga-nganyang tidak teregulasi karena burung yangdiperdagangkan merupakan spesies yang dilin-dungi. Hal itu membuat beberapa spesies men-jadi terancam punah, seperti murai hijau jawaCissa thalassina, bulbul berkepala jeramiPycnonotus zeylanicus, dan kakatua jambulkuning Cacatua sulphurea 2015132. Meme-lihara burung juga merupakan tradisi yangmelekat pada kebudayaan orang Jawa, olehsebab itu permintaan burung lokal paling banyakadalah dari daerah-daerah di Pulau JawaTRAFFIC, 2015. Bilamana dibandingkan de-ngan pemelihara satwa bukan-burung, rumahtangga yang memelihara burung liar wild-caughtbirds yang termasuk dalam tiga kategorikonservasi burung kicau lokal, burung beo lokal,dan burung kicau impor rata-rata memilikipendidikan yang lebih tinggi serta kondisiperekonomian yang lebih baik. Di sisi lain, rumahtangga yang memiliki burung yang memangsengaja diternakkan secara komersial rata-ratamemiliki kondisi perekonomian yang baik pulanamun tingkat pendidikannya tidak setinggimereka yang memelihara burung-burung liarJepson dan Ladle 2005.Pada bulan September 2019, penulismengunjungi sebuah pasar burung di daerahJakarta. Sejauh pengamatan penulis, burung-burung yang dipajang di sana tidak ada yangmasuk daftar red list atau dikategorikan sebagaiendangered oleh IUCNIUCN The International Union for the Conservation ofNature Red List of Threatened Species dikenal juga sebagai INDRAINI HAPSARI, SEMIARTO A PURWANTO/JURNAL ANTROPOLOGIISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 22 NO. 01 JUNE 20204 P a g e INDRAINI HAPSARI, SEMIARTO A PURWANTOseorang pedagang pakan burung terungkapbahwa ada burung-burung tertentu yangmemang sengaja tidak dipajang oleh penjual dipasar tersebut, salah satunya adalah jalak putihAcridotheres melanopterus. Selain mence-ritakan soal keberadaan burung-burung khusustersebut, informan juga mengatakan bahwapetugas BKSDA Balai Konservasi SumberDaya Alam yang bertugas di pasar tersebutjumlahnya sangat sedikit dan sangat jarangpula melakukan pengawasan. Informan jugamengatakan bahwa jaringan perdaganganburung ilegal yang terjadi di pasar tersebut jugadiduga kuat melibatkan oknum aparatur Negara Hukum yang Legal dan RasionalSetiap tahun, The World Justice ProjectWJP, mengeluarkan sebuah peta dunia yangberisikan indeks peraturan hukum negara-negara di dunia. Tujuan mereka antara lainadalah mengevaluasi tingkat ketaatan warganegara pada peraturan. Indonesia menjadisalah satu negara yang diwakili oleh warnamerah muda, yang menunjukkan tingkatketaatan terhadap peraturan hukum berupaya meningkatkan tingkat ketaatannegara-negara di dunia pada peraturan hukumkarena mereka yakin bahwa hal itu dapatmengurangi angka korupsi, melawan kemis-kinan dan penyakit, serta memproteksimasyarakat dari ketidakadilan. Peraturan hukumjuga merupakan dasar dari keadilan, ke-sempatan, serta kedamaian di dalam masya-rakat yang dapat menjadi penyokongpembangunan, pemerintahan yang akuntabel,serta penghargaan terhadap hak-hak funda-mental manusia. Dengan demikian, menurutWJP, tujuan dari kebijakan pembangunanadalah untuk memberikan stimulasi kepadanegara-negara di dunia agar dapat melaluiproses evolusi menuju indeks kuartil yangmenunjukkan masyarakat yang lebih taat padaperaturan. McCarthy 2011 92 mengatakan,“The governance discussion places the rule ofIUCN Red List atau Red Data List dibentuk pada 1964sebagai inventarisasi konservasi global yang menanganimasalah spesies biologi. IUCN merupakan pemegangotoritas terbesar dunia yang berspesialisasi dalammenentukan status konservasi dari suatu putih Acridotheres melanopterus termasuk salahsatu burung yang dilindungi berdasarkan daftar lampiranyang dikeluarkan dalam PP Tahun 1999 tentangPengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa serta tertuangdalam Undang-Undang No 5 Tahun 1994 ini dinyatakanberstatus kritis atau “critically endangered” oleh IUCN.Sumber detail/read/jalak-putih-burung-endemik-berstatus-kritisDikutip dan disunting dari diakses pada 24 Mei2019, pukul WIB.Dikutip dan disunting dari diakses pada 24 Mei2019, pukul WIB.law’ alongside democracy, a free press, and fairelection as critical achievements of modernity.”Kalimat ini, menurut penulis adalah awal bagiupaya untuk menjelaskan keterkaitan antarapemerintahan governance dan penegakan hu-kum di dalam lingkup pemerintahan itu Weber 1978 217 tipe ideal daridominasi terlegitimasi yang ditemukan di dalammasyarakat modern adalah otoritas yang legaldan rasional rational grounds. Dalam rezimdominasi legal-rasional ini, setiap bagian darihukum secara esensial berada di dalam sebuahsistem yang konsisten yang terdiri atasperaturan-peraturan yang abstrak yang dibuatsecara sengaja. Bentuk dominasi yang legal-rasional menjadi dasar negara modern. Weberjuga mengatakan bahwa negara merupakansebuah komunitas manusia yang dengansukses mengklaim monopoli terhadap hak untukmenentukan apa yang legal dan ilegal di dalamteritorinya Cribb 2011 31. Pada negara-negaraBarat, hukum tertulis dan keputusan pengadilandianggap berasal dari masyarakat itu begitu, Moustaira 2017304 mengata-kan bahwa karakter mistik dan religius daripondasi hukum sering kali diabaikan atau bahkanditolak karena dianggap bertentangan denganasumsi positivis yang legal dan juga demikian, konsep dari legalitassendiri sebenarnya inheren di dalam konsepmodern mengenai negara. Negara dapatmendefinisikan apa yang legal atau ilegal danmenanamkan dasar perbedaan tersebut di dalamlegitimasinya Aspinall dan van Klinken 2011 2.Aspinall dan van Klinken 2011 juga mentakanbahwa negara-negara yang tergabung di dalamPerserikatan Bangsa Bangsa PBB juga menga-dopsi definisi negara Weber sebagai landasanlegitimasinya, yakni bahwa negara memilikikuasa untuk menegakkan hukum dan bila perlumenggunakan kekerasan untuk mencapai tujuantersebut 2011 2.4. Negara dan Paradoks NeoliberalismePerdagangan satwa ilegal, selain membawakerusakan pada lingkungan alam, juga mem-bawa penulis pada pertanyaan mengenai posisidan peran negara. Dari pernyataan McCarthy2011 90, “While state failure in environmentalmanagement contributes to environmental de-cline, it also brings up the very question of thestate,” penulis melanjutkan dengan pertanyaan,apakah kegagalan negara dalam mengatasi ataumengurangi jumlah aktivitas perdagangan satwailegal merupakan suatu gejala dari pemerintahanyang tidak baik? Apakah pemerintahan yang baikgood governance ditandai dengan sistemnegara yang kuat?Sistem pemerintahan yang baik merupakansuatu kunci pemerintahan yang modern dan INDRAINI HAPSARI, SEMIARTO A PURWANTO/JURNAL ANTROPOLOGIISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 22 NO. 01 JUNE 20205 P a g eINDRAINI HAPSARI, SEMIARTO A PURWANTO syarat yang krusial bagi demokrasidi era neoliberal. Secara global, neoliberalismemuncul sebagai rangkaian perubahan danpergeseran di dalam ekonomi-politik duniapada tahun 1970-an dan 1980-an Nevins danPeluso 2009 9. Di Asia Tenggara sendiri,runtuhnya pemerintahan presiden IndonesiaSoekarno yang menyebabkan dukungan Ame-rika Serikat dan Inggris pada masa Indonesiadalam krisis 1965-1966 dan perang Vietnammenjadi momen yang penting di dalam kemun-culan neoliberalisme 2009 9.Merujuk pada von Mises yang menyatakanbahwa neoliberalisme merupakan kebangkitanekonomi liberal laissez-faire di abad kesembilan belas, Graeber 2015 10 menya-takan bahwa gagasan mengenai pasar harusbertentangan dan independen dari neoliberal atau ekonomi liberal laissez-faire di abad kesembilan belas tersebut yangmenjadi titik tolak Graeber dalam melihat “sisilain” asumsi tersebut. Alih-alih pasar bekerjasecara lebih efisien tanpa campur tangan daribirokrasi pemerintahan, Graeber justru melihatadanya suatu paradoks di era campur tangan pemerintah didalam proses ekonomi ternyata berakhirdengan diproduksinya regulasi, birokrasi, dankebijakan yang lebih banyak 2015 19.Sejalan dengan itu, Nevins dan Peluso2009 mengatakan bahwa karakteristik par-tikular dari negara-negara di Asia Tenggarayang otoritarian berpengaruh di dalam prosespembangunan pasca kolonialisme. Negara-negara otoritarian di Asia Tenggara telahmemainkan peran yang penting di dalammenginisiasi, menjaga, dan memagarienclosure berbagai sumber daya alam, baikitu tanah, mineral, perikanan, yang ditujukansebagai akumulasi swasta dan juga negara2009 3. Proses ini melibatkan apropriasilahan, sumber daya, dan manusia, kemudianmengubah itu semua menjadi suatu komoditasagar akumulasi kapital dapat dilakukan 20093. Merujuk pada Vandergeest dan Peluso1995, proses tersebut juga dapat dikatakansebagai teritorialisasi, yaitu “...the attempt by anindividual or group to affect, influence, orcontrol people, phenomena, and relationshipsby delimiting and asserting control over ageographic area’’ 1995 388. Proses terito-rialisasi dimaknai sebagai suatu proses yangdilakukan oleh negara modern untuk membagiwilayah menjadi zona-zona politik dan ekonomiyang kompleks serta saling tumpang tindih,mengatur kembali penduduk dan sumber dayadalam zona-zona tersebut, dan membuataturan yang membatasi bagaimana dan olehsiapa wilayah tersebut dapat dimanfaatkanOktayanty 2014 85.Mencermati kasus perdagangan burung ilegaldi atas dengan sistem pemerintahan di AsiaTenggara, khususnya Indonesia, maka peme-rintah seharusnya menerapkan kontrolnyaterhadap aktivitas tersebut. Pemerintah Indo-nesia telah menetapkan keanekaragaman hayatimana yang dianggap dilarang dan diperbolehkanuntuk diperjualbelikan melalui Undang-UndangNomor 5 Tahun 1990 tentang KonservasiSumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnyaserta regulasi turunannya, yakni PeraturanMenteri Lingkungan Hidup dan KehutananNomor 20 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhandan Satwa yang Dilindungi. Dengan kata lain,pemerintah telah melakukan pemagaran enclo-sure Nevins dan Peluso 2009 atau praktikteritorialisasi Vandergeest dan Peluso 1995,dalam hal ini kepada jenis satwa status suatu satwa sebagai dilindungiatau dilarang diperjualbelikan telah menandakanbahwa negara memiliki kuasa dalam menerap-kan kontrol dan manajemen terhadap sumber-daya alam yang ada di dalam Negara dan Praktik IlegalitasDiskusi mengenai keterkaitan antara negaradan legalitas sebelumnya membawa penulisterhadap diskusi mengenai negara dan mendasarkan pemikiran menggunakankerangka negaranya Weber, maka aktivitas yangdikatakan sebagai ilegal jelas dikatakan sebagaisesuatu yang tidak dapat diterima karenamelanggar hukum dari negara. Ilegalitas dapatdikatakan sebagai efek dari negara karenamelalui narasi dari ilegalitas tersebut, secaraparadoksal kita dibawa untuk membayangkanaktor-aktor yang berada di dalam negara sebagaijawaban dari ilegalitas tersebut. Dengan katalain, bilamana kita melihat aktivitas ilegal sebagaisuatu bentuk pelanggaran hukum, maka jawabandari hal itu adalah dengan memasukkanintervensi dan reformasi pemerintahan untukmenguatkan kapasitas negara dalam mengura-ngi ilegalitas tersebut McCarthy 2011 93.Selanjutnya, McCarthy 2011 93 mempertanya-kan, bilamana berpegang pada asumsi negarasebagai sebuah bentuk komunitas legal-formalseperti yang telah dijabarkan, mengapa kasusilegalitas masih banyak terjadi?Berenschot dan van Klinken 2018 100pernah mengatakan bahwa birokrasi di Indonesiatidak beroperasi sebagai sebuah institusi yangterikat pada peraturan, laiknya yang digam-barkan oleh Weber di dalam mengaplikasikanhukum dan regulasinya. Di Indonesia, juganegara-negara lain di dunia, keterlibatan aktor-aktor negara dalam aktivitas ilegal merupakansesuatu yang sudah diketahui masyarakat umumdan tersebar di mana-mana Aspinall dan van INDRAINI HAPSARI, SEMIARTO A PURWANTO/JURNAL ANTROPOLOGIISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 22 NO. 01 JUNE 20206 P a g e INDRAINI HAPSARI, SEMIARTO A PURWANTOKlinken 2011 2. Keterlibatan aktor-aktor ne-gara di dalam aktivitas kriminal dalam suatuorganisasi yang besar, seperti dalam peme-rasan, penyelundupan, penebangan liar, danperdagangan narkotika berdampak pada pan-dangan terhadap ilegalitas yang sering kalidilihat sebagai sesuatu yang terlegitimasi olehsebagian masyarakat 2011 4. Dengandemikian, aktivitas ilegal yang dilakukan olehaktor-aktor negara akan lebih baik dipahamibukan sebagai suatu penyimpangan dari carakerja negara yang normal, melainkan sebagaibagian dari logika negara itu sendiri Aspinalldan van Klinken 2011 19.Alih-alih menggunakan kerangka berpikirnegara yang diajukan oleh Weber, McCarthy2011 menyarankan agar kita bisa memilihpendekatan lain yang memungkinkan untukmembongkar oposisi antara legal dan ilegal,serta memberikan perhatian terhadap ketidak-cocokan antara logika hukum negara denganpraktik sehari-hari masyarakat. Pendekatantersebut harus menunjukkan peran dariilegalitas di dalam konteks yang lebih luas, dimana ilegalitas tersebut menjadi bagian darilogika dasar dari relasi politik yang sebenarnyadapat menyokong relasi tersebut 2011 94.Pendekatan teori sosial terhadap negara danhukumnya mengisyaratkan bahwa hukumsendiri merupakan refleksi dari suatu relasikuasa 2011 94. Sebelumnya, Heyman danSmart 1999 juga sudah menekankan bahwahukum negara telah menciptakan zona-zonaambiguitas dan ilegalitas itu sendiri. Studiempiris mengenai negara dan ilegalitasmemungkinkan untuk melampaui asumsi yangmengatakan bahwa negara selalu menegakkanhukum di dalam teritorinya 1999 1.Aspinall dan van Klinken 2011 menawar-kan sebuah pendekatan, yakni relasional-strategis strategic-relational approach untukmempelajari keterlibatan aktor-aktor negara didalam suatu aktivitas ilegal yang banyak terjadidi Indonesia. Pendekatan ini melihat bahwaaktivitas ilegal yang dilakukan oleh aktor negaraakan lebih baik dipahami sebagai sebuahproduk dari strategi kompetitif di antarakepentingan-kepentingan dan aktor-aktor yangheterogen yang berada dalam negara 201110. Pendekatan ini sebenarnya merupakannomenklatur alternatif yang berasal daripendekatan yang dibunyikan oleh Migdal2001, yakni pendekatan menekankan bahwa negara bukanmerupakan suatu objek’, melainkan sebuaharena telah dijelaskan dalam pemaparanmengenai pendekatan relasional-strategis danstate-in-society di atas, studi mengenai negarakini harus dimasukkan ke dalam studimengenai masyarakat. Ahli antropologi,ilmuwan politik, dan lainnya harus bisa lebihpeka dalam melihat aktor-aktor negara yangberkolaborasi dengan masyarakat padaumumnya, sering kali sampai pada titik di manabatas yang memisahkan antara negara denganmasyarakat menjadi kabur atau bahkanterhapus, terutama pada level lokal Aspinall danvan Klinken 2011 12.Banyak ilmuwan dan aktivis yang memahamiistilah “ilegal” sebagai label yang diasosiasikandengan hal yang negatif. Di dalam kontekstulisan ini, penulis sepakat dengan pandanganThomas dan Galemba 2013 yang memahami“ilegalitas” sebagai sebuah kategori sosial,subjektif, politis, dan spasial yang diproduksi2013 211. Bilamana menyitir dari pernyataanNicholas De Genova 2004, “There is [often]nothing matter-of-fact about illegality.” Label legalatau ilegal menggambarkan sebuah relasi antaraaktivitas perdagangan dengan suatu hukumnegara Bruns dan Miggelbrink 2012 11.Dengan kata lain, baik perdagangan yang legalmaupun ilegal merupakan dampak dari regulasiyang dibuat oleh dalam kasus perdagangan satwa ilegal diIndonesia, bila melihatnya hanya sebagai bentukpelanggaran hukum yang bisa diatasi dengankontrol negara, maka itu akan mengaburkanpersoalan penting lainnya. Indonesia, tepatnya dikawasan Jakarta, adalah tempat di mana pasaryang menjual hewan liar terbesar di AsiaTenggara berada. Pasar-pasar tersebut ter-golong sebagai pasar resmi yang mengantongisurat izin dari pemerintah setempat. Terletak diibu kota, seharusnya negara memiliki kontrolpenuh terhadap aktivitas yang terjadi didalamnya. Namun demikian, perdagangan satwailegal masih dilakukan. Apakah kita masih bisamengatakan bahwa negara yang lemah kontrolmenjadi alasan utama berlangsungnya aktivitasperdagangan satwa ilegal di dalam pasar-pasarresmi tersebut? Dengan demikian, aktivitas-aktivitas ilegal, dalam hal ini adalah perdagangansatwa ilegal yang terjadi adalah bukan serta-merta menggambarkan bentuk pelanggaranhukum McCarthy 2011. Aktor-aktor negarayang terindikasi terlibat di dalam aktivitas ilegaltersebut, bukan juga merupakan bentukpenyimpangan dari cara kerja negara yangnormal Aspinall dan van Klinken 2011. Aktivitasperdagangan satwa ilegal, baik yang melibatkanaktor negara atau tidak, yang terjadi di dalamteritori sebuah negara merupakan epitome darinegara itu sendiri. Negara bukanlah sebuahentitas ideologis tetap yang berdiri di sebuahruang hampa, tetapi merupakan sebuah arenarelasional tempat berbagai tekanan sosialberkelindan satu sama lain melalui material atausimbol-simbol, saling berkompetisi mempere-butkan supremasi melalui perjuangan danakomodasi, pertentangan, dan koalisi Migdal2001 107. INDRAINI HAPSARI, SEMIARTO A PURWANTO/JURNAL ANTROPOLOGIISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 22 NO. 01 JUNE 20207 P a g eINDRAINI HAPSARI, SEMIARTO A PURWANTO Menguji Praktik Ilegalitas di WilayahCenterPenulis belajar dari Tagliacozzo 2005 5mengenai undertrading, yaitu pergerakancontraband dalam jumlah yang besar atau, “thepassage of goods underneath, or at the legaland geographic interstices of, the majority ofitems being traded in this arena”. Undertradingbiasanya berlangsung di tiga tempat, yakni diperbatasan atau wilayah periferi yang jauh daripandangan dan jangkauan negara; di naturalchoke point seperti jalan setapak menujuwilayah pegunungan atau jalan air yang sempit,tempat yang biasanya tidak dilewati jalurperdagangan karena wilayah geografis yangsulit dilalui; dan di dalam hiruk-pikuk perkotaantempat negara disibukkan dengan aktivitas-aktivitas lain yang berjalan bersamaan 20055. Perdagangan burung ilegal yang dilakukandi ibu kota membuat penulis berefleksi terhadaptulisan tersebut. Pasar burung terbesar diJakarta bukan berada di wilayah perbatasanatau periferi yang jauh dari pandangan danjangkauan negara. Tidak juga di natural chokepoint. Apakah aktivitas perdagangan burungilegal di Jakarta disebabkan karena “negaraterlalu sibuk dengan aktivitas-aktivitas lain yangberjalan bersamaan”? Beberapa literatur yangmenjelaskan masalah aktivitas ilegal, sepertipertambangan liar, penangkapan ikan ilegal,dan penebangan hutan liar biasanya dilakukandi dua tempat ideal yang disebutkan olehTagliacozzo 2005 di atas, yakni wilayahperiferi atau natural choke point. Selainmempersoalkan masalah the nature of the statesebagai sebuah institusi legal-rasional yangselalu menegakkan hukum di dalam teritorinya,penulis juga akan memunculkan pertanyaanmengenai jaringan dari perdagangan burungilegal yang terjadi di wilayah center 2015 mengatakan bahwastudi etnografi yang terkait dengan ekologipolitik sebagian besar dilakukan di wilayahpedesaan atau agraris 2015 140. Sekarang,kita juga harus memberikan perhatian tentangbagaimana pusat institusi dan kuasa negaramemengaruhi relasi-relasi kuasa yang ada diwilayah pedesaan atau pinggiran 2015 140.Studi mengenai pusat institusi dan kuasanegara tersebut memberikan pemahamanetnografis yang lebih mendalam mengenaimekanisme birokrasi yang mendorong danmengorganisasikan diskursus-diskursus peru-bahan lingkungan 2015 140. Perdaganganburung ilegal di wilayah yang dianggap lebihdekat dengan pusat pemerintahan membuatpenulis memikirkan kembali mengenaikompleksitas mata rantai jaringan perdagangandi dalamnya. Van Schendel dan Abraham2005 mengatakan bahwa penglihatan negarayang astigmatik terhadap wilayah zomia wilayahyang jauh dari kontrol negara akan berimplikasipada negara yang selalu paranoid terhadapkondisi yang obscure tersebut. Biasanya,kegelisahan atau paranoia negara terhadap hal-hal tersebut digambarkan melalui prosespengamanan yang ketat 2005 23.Bilamana van Schendel dan Abraham 2005mengatakan bahwa negara memiliki paranoiaterhadap wilayah periferi sehingga ia cenderungterobsesi untuk menguatkan kontrol di wilayahtersebut, Ballard 1997 mengatakan halsebaliknya. Di dalam komunitas lokal yangterletak di wilayah-wilayah frontier yang jauh daripusat pemerintahan yang terdapat di Asia-Pasifik, Afrika, dan Amerika Selatan, klaimnegara terhadap pengawasan dan penguasaansumber daya alam, terutama sumber dayamineral, kerap kali dilihat secara skeptis ataubahkan ditolak keberadaannya. Hal tersebutdisebabkan karena absennya keberadaannegara di dalam wilayah-wilayah tersebut. Lebihjauh, ia mengatakan bahwa ketika kehadiraninstitusi negara hanya sedikit atau bahkan absensama sekali, baik secara material maupunsimbolis, di wilayah yang jauh dari pusatpemerintahan, kemampuan negara untukmenegakkan kedaulatan atau suaranya diwilayah-wilayah tersebut menjadi dipertanyakankembali Ballard dan Banks 2003 296. Ford danLyons 2019 juga mengatakan bahwamempelajari ilegalitas adalah hal yang penting didalam konteks Indonesia. Mereka mengatakanbahwa aktivitas-aktivitas ilegal yang palingmenyolok mata terjadi di wilayah periferi di manaagensi-agensi pemerintah sering kali kesulitanuntuk mengawasi praktik-praktik ilegal yangmuncul. Bagi Miswanto dan Arfa 20164, salahsatu faktor yang mendorong terjadinya ilegalitasadalah karena kondisi geografis Indonesia yangluas sehingga menyulitkan aparat negara untukmemberantas aktivitas tersebut 2016 4.Dari pernyataan van Schendel dan Abraham2005, Ballard 1997, serta Ford dan Lyons2019 mengenai kehadiran negara danpengaruhnya di wilayah periferi, penulis mengin-dikasikan kemungkinan terjadinya praktik ilegali-tas yang melibatkan aktor negara di dan analisis penulis menunjukkan bahwaterjadinya praktik ilegal di wilayah yang dekatdengan pusat pemerintahan dimungkinkan terjadikarena adanya jalinan para aktor, baik aktor non-negara maupun negara, yang terlibat di dalamjaringan perdagangan komoditas ilegal barang gelap tidak terjadi diwilayah antah-berantah atau ruang hampa, tetapiterjadi di suatu teritori yang dinamakan sebagainegara. Kontrol terhadap suatu teritori secaraintrinsik berhubungan dengan karakte-ristiknormatif dari negara modern yang berhak INDRAINI HAPSARI, SEMIARTO A PURWANTO/JURNAL ANTROPOLOGIISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 22 NO. 01 JUNE 20208 P a g e INDRAINI HAPSARI, SEMIARTO A PURWANTOmemonopoli kekerasan yang terlegitimasi untukmenegakkan hukum. Untuk bermain denganrapi, mata rantai jaringan perdagangan ilegal diperkotaan mengisyaratkan rangkaian yanglebih panjang dan melibatkan lebih banyakaktor yang heterogen di KESIMPULANraktik ilegalitas terjadi di berbagaiwilayah di Indonesia, terutama di wilayahperiferi atau frontier. Wilayah tersebutpotensial sebagai lokasi terjadinya praktikilegalitas karena negara dianggap sering kalimemiliki kontrol yang lemah di dalamnya. Studimengenai perdagangan burung ilegal di sebuahpasar burung di Jakarta ini menunjukkan bahwapraktik ilegalitas juga berlangsung di wilayahcenter, yakni lokus yang sering diasumsikanbahwa negara memiliki kuasa yang kuat didalamnya. Dari perspektif negara Weberian,praktik ilegalitas di wilayah center danketerlibatan aktor negara merupakan penyim-pangan dari negara sebagai institusi legal danrasional. Akan tetapi, sebagaimana diungkapAspinall dan van Klinken 2011 serta McCarthy2011, praktik ilegalitas tersebut merupakanbagian yang membangun logika negara itusendiri. Dengan melihat negara sebagai sebuaharena kekuasaan Migdal 2001; Aspinall danvan Klinken 2011, dapat dipahami bahwa lokusterjadinya praktik ilegalitas merupakan sebuaharena yang di dalamnya terdapat berbagai aktor,yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapaikepentingan masing-masing, baik sendiri-sendiriatau UCAPAN TERIMA KASIHcapan terima kasih penulis sampaikankepada Irwan Hidayana dan Suraya Afiffdari Program Pasca Sarjana, Departe-men Antropologi, Universitas Indonesiaatas fasilitasi dan diskusi selama penulisanartikel. Terima kasih juga diucapkan kepadasemua pihak yang telah berkontribusi, baiksecara materiil maupun moril, dalam prosespenulisan artikel ini yang tidak dapat penulissebutkan satu per PUSTAKAAspinall, E., & G. Van Klinken. 2011. The State and Illegality in Indonesia. Aspinall, E., & G. VanKlinken eds. The State and Illegality in Indonesia. Leiden KITLV C., & G. Banks. 2003. Resource Wars The Anthropology of Mining. Annual ReviewAnthropology, 32-, pp. W.,& G. Van Klinken. 2018. Informality and Citizenship The everyday state inIndonesia. Citizenship Studies, 222, pp. B., & J. Miggelbrink. 2012. Subverting Borders Doing Research on Smuggling and Small-Scale Trade. Wiesbaden VS R. 2011. A system of exemptions Historicizing state illegality in Indonesia. Aspinall, E. & Klinken eds. The State and Illegality in Indonesia. Leiden KITLV Genova, N. 2004. The Legal Production of Mexican/Migrant “Illegality”. Latino Studies 2, pp. E. 2008. Rethinking Legal and Illegal Economy A case study of tin mining in Bangka Island,pp. M., & L. Lyons. 2019. The Illegal as Mundane Researching border-crossing practices inIndonesia’s Riau Islands. Routledge, pp. & A. Smart. 1999. States and Illegal Practices An Overview. Heyman, ed.States and Illegal Practices. Oxford and New York J., & Iskandar. 2015. Pemanfaatan Aneka Ragam Burung dalam Kontes BurungKicau dan Dampaknya terhadap Konservasi Burung di Alam Studi kasus di Kota Bandung,Jawa Barat. PROS SEM NAS MASY BIODIV INDON, 14, pp. M. 2015. Looking at Online Bird Trading in Indonesia A Case Study from South ASIA, 24-, pp. P., dkk. 2011. Assessing market-based conservation governance approaches a socio-economic profile of Indonesian markets for wild birds. Flora & Fauna Internasional, Oryx, 454,pp. 482-491. INDRAINI HAPSARI, SEMIARTO A PURWANTO/JURNAL ANTROPOLOGIISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 22 NO. 01 JUNE 20209 P a g eINDRAINI HAPSARI, SEMIARTO A PURWANTO P., & Ladle. 2005. Bird-Keeping in Indonesia Conservation impacts and the potentialfor substitution-based conservation responses. Oryx, 394, pp. 2011. The limits of illegality State, governance, and resource control in E. & G. Van Klinken eds. The State and Illegality in Indonesia. Leiden KITLV J. 2001. State in Society Studying how states and societies transform and constitute oneanother. Cambridge Cambridge University & Arfa, D. 2016. Perdagangan dan Penyelundupan Pekerja Migran Indonesia Antropologi Isu-isu Sosial Budaya, 181, pp. 2017. Narratives of Laws, Narratives of ed. ComparativeLaw and Anthropology. Glos, UK Edward Edgar Publishing LimitedNevins, J., & Peluso. 2009. Taking Southeast Asia to Market Commodities, nature, and peoplein the neoliberal age. Selangor, Malaysia Strategic Information and Research DevelopmentCentre SIRD.Nijman, V., dkk. 2019. Dynamics of illegal wildlife trade in Indonesian markets over two decades,illustrated by trade in Sunda Leopard Cats. Biodiversity Conservacy International, pp. Y. 2014. Dari Hutan Adat Kalawa ke Hutan Desa Sebuah Teritorialisasi Negara BerbasisMasyarakat. Jurnal Antropologi Isu-isu Sosial Budaya 161, pp. E. 2005. Secret Trades, Porous Borders Rademacher, A. 2015. Urban Review of Anthropology, 44-, pp. Harapan. 2016. Jalak Putih, Burung Endemik Berstatus Kritis. Available online from May 24, 2019.Teletsky, A. 2017. Legal Pluralism Linking Law and Culture in Natural Resource Co-Managementand Environmental Compliance. Nafziger, ed. Comparative Law and UK Edward Edgar Publishing Majalah. 2019. Satwa Ilegal Taman Safari Lembaga konservasi terbesar di Indonesiadiduga terlibat dalam perdagangan ilegal hewan dilindungi edisi 8-14 April 2019.Thomas, K., & Galemba, 2013. Illegal Anthropology An Introduction. PoLAR Political andLegal Anthropology Review, 362, pp. Report. 2015. In the Market for Extinction An inventory of Jakarta’s bird markets. SelangorSeptember 2015.Vandergeest, P.,& N. Peluso. 1995. Territorialization and the State Power in andSociety, 243, pp. Schendel, W., & I. Abraham. 2005. Illicit Flows and Criminal Things States, Borders and theOther Side of Globalization. Bloomington, IN Indiana University Uhm, 2016. The Illegal Wildlife Trade Inside the World of Poachers, Smugglers andTraders. Switzerland Springer International M. 1978. Economy and Society An outline of interpretive sociology. Berkeley University ofCalifornia Justice Project. 2019. WJP Rule of Law Index. Available online from Accessed May 24, 2019. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this trade is recognised as an impediment to conservation. Yet, long-term trade data are lacking for many species, precluding analysis of trends and trade dynamics. The Sunda Leopard Cat is endemic to insular Southeast Asia, where despite legal protection, it is openly traded. Data from Java and Bali 1996–2018, 393 surveys, 219 cats recorded in 21 markets reveal that numbers of cats decreased in the 1990s, in the 2010s and their prevalence decreased from 46% to 30% of surveys recording cats. Invariably in the animal markets other protected wildlife was for sale, even if Sunda Leopard Cats were not present. Corrected for inflation, prices were higher in recent years US$59 vs US$26 and higher in markets with low availability, possibly indicating an Anthropogenic Allee Effect whereby a premium is paid for rare species. Direct comparisons between markets reveal a complicated pattern with evidence of a significant decrease from only one market, but clear shifts of the trade between markets. Despite legal protection, we conclude that leopard cats are still commonly traded in Java, alongside other protected wildlife, albeit in smaller numbers than pdf is available upon request to jmheyman . Lays out a fundamental groundwork for the study of the interplay of states and illegal practices. Rather than thinking of state legality and illegal practices as polar opposites, we approach them with an open inquiry as to their mutual constitution, interactions, and in some cases interpenetration. The role of illegal practices in capital accumulation is also of studying illegal behaviour are important in the context of Indonesia, a country well known for its failure to deal adequately with the corruption that permeates every level of society. They are perhaps even more salient at the peripheries of the nation-state where government agencies struggle to contain the illegal practices that necessarily emerge where nation-states meet. This article reflects on our experiences conducting a decade-long study of an Indonesian borderlands that, while not initially focused on illegality, came – as a consequence of its ubiquity – to include it as a key construct. This experience led us to grapple not only with methodological questions about how to research illegality but also with assumptions about what illegality is and does. We argue that the only way to recognise and account for the quotidian nature of many kinds of illegal activity in the borderlands is to eschew an ethnography of exception in favour of an ethnography of the WeberThis section presents the third volume of Max Weber's fundamental work Economy and Society which has been translated into Russian for the first time. The third volume includes two works devoted to the sociology of law. The first, 'The Economy and Laws', discusses differences between sociological and juridical approaches to studies of social processes. It describes peculiarities of normative power arenas orders at different levels and demonstrates how they influence the economy. The second, 'Economy and Law' 'Sociology of Law', reviews the evolution of law orders primarily, the three "greatest systems of law" including Roman Law, Anglo-American Law, and European Continental Law in the context of changes in the organization of economy and structures of dominancy. Law is considered an influential factor of the rationalization of social life which in turn is affected by a rationalized economy and social management. The Journal of Economic Sociology here publishes an excerpt from the chapter 'Law, Convention and Custom' in this third volume, which shows the role of the habitual in the formation of law; explains the importance of intuition and empathy for the emergence of new orders; and discusses the changeable borders between law, convention and custom. The translation is edited by Leonid Ionin and the chapter is published with the permission of HSE Publishing House. © 2018 National Research University Higher School of Economics. All rights reserved. Daan P. Van UhmIn this book the author examines the illegal wildlife trade from multiple perspectives the historical context, the impact on the environment, the scope of the problem internationally, the sociocultural demand for illegal products, the legal efforts to combat it, and several case studies from inside the trade. The illegal wildlife trade has become a global criminal enterprise, following in the footsteps of drugs and weapons. Beyond the environmental impact, financial profits from the illegal wildlife trade often fund organized crime groups and violent gangs that threaten public safety and security in myriad ways. This innovative volume covers several key questions surrounding the wildlife trade why is there a demand for illegal wildlife products, which actors are involved in the trade, how is the business organized, and what are the harmful consequences. The author performed ethnographic fieldwork in three key markets Russia, Morocco, and China, and has constructed a detailed picture of how the wildlife trade operates in these areas. Conversations with informants directly involved in the illegal business ensure unique insights into this lively black market. In the course of his journey the author follows the route of the illegal wildlife trade from poor poaching areas to rich business districts where corrupt officials, legally registered companies, wildlife farms and sophisticated criminal organizations all have a share. A fascinating look inside the world of poachers, smugglers and traders. John F. MccarthyThis paper is concerned with the question why has the pervasive illegality in natural resource sectors persisted for so long in the face of so many campaigns, donor initiatives and legal changes aimed at its eradication? While these interventions continue to meet with limited success, the illegality narrative continues to pose the problem in the same terms. Accordingly, here I will consider a number of uncomfortable questions what purpose does the policy narrative of illegality serve? Does it perhaps support particular political projects? What role does it play in justifying particular interventions? How does it help envision a rational-legal, bureaucratic state even when any study of illegality in this sector points to its very absence? If it does this, does it not conceal as much as it reveals? How might we reframe the legality/ illegality opposition in order to more usefully understand the logic of illegality?Erwiza ErmanIllegal logging, fishing and mining business was rampant in Indonesia since the 1997 monetary and economic crises and political transition from New Order regime to the Reform Cabinet. The illegal economic activities have caused enormous loss of state revenue. If the state had suffered losses of up to billions of rupiah, the question arises why had the state accepted this so far? Why had state control never been effective in its effort to eliminate this illegal business? Had there been some sort of a 'concubine relationship' between state actors and business people, making illegal business difficult to be prevented? By analyzing the political economy of the tin mining business in Bangka island within a changing legal framework, the boundaries between legal and illegal become blurred. Illegal economy is also embedded in local economic history and shows its complexity since regional autonomy. The problem of legal and illegal economy is not merely a problem of labeling certain transactions registered and unregistered, but more complicated, because it concerns power relations and power contention between and within state actors and society in their efforts to gain access to tin resources. By analyzing illegal economic practices in the changing state regimes, this article also questions the positive correlation between the black market and weak state control that William Reno demonstrates in the case of Sierra Leone 1995.
\n \n\n\n\n pasar burung terbesar di indonesia

Hinggasaat ini perkembangan burung kenari di Indonesia bisa terbilang maju. Saat tahun 2002 hingga tahun 2005 saya mengenal satu jenis kenari yang sangat populer yaitu kenari lokal. Pada masa itu saya belum begitu mengenal apalagi mengerti tentang kenari berbadan besar seperti yorkshire dan lanchasire yang telah kita kenal saat ini.

Burung adalah salah satu jenis hewan yang sangat menarik untuk diamati. Banyak jenis burung memiliki bulu berwarna-warni yang indah. Ada juga burung yang bisa berkicau dengan merdunya. Selain itu, ada burung yang bisa membuat kita kagum dengan kemampuan kali ini kita akan melihat salah satu aspek menakjubkan dari burung, yaitu ukurannya. Kamu mungkin sudah tahu bahwa burung terbesar di dunia adalah burung unta, tapi burung apa lagi yang punya ukuran luar biasa? Dilansir laman Our Planet, inilah daftar spesies burung terbesar di Burung unta sudah disebut, burung unta Struthio camelus menyandang status sebagai burung terbesar dunia yang masih hidup. Tinggi burung ini mencapai 2,7 meter dan berat maksimal 156 kg. Burung unta memang gak bisa terbang, tapi mereka adalah hewan berkaki dua tercepat di dunia dengan kecepatan lari mencapai 70 km/jam, seperti dilansir San Diego unik lain yang dimiliki burung unta adalah mereka memiliki mata berdiameter 5 cm, terbesar di antara semua hewan darat. Telur mereka pun sudah pasti adalah telur terbesar di dunia dengan panjang 13 cm dan berat 1,5 kg. Plus, seperti unta, mereka punya kemampuan bertahan dalam kondisi ekstrem lingkungan yang panas dan Burung unta somalia ilmuwan berpikir bahwa hanya ada satu spesies burung unta yang terdiri dari banyak subspesies, salah satunya burung unta somalia. Namun, pada 2014, disepakati bahwa burung unta somalia Struthio molybdophanes adalah spesies yang berbeda dengan burung utama dari penampilan keduanya adalah burung hantu somalia memiliki leher yang cenderung berwarna kebiruan sehingga kadang disebut juga burung unta berleher biru. Sementara, secara ukuran, burung unta somalia hampir serupa dengan burung unta, namun umumnya lebih kecil sehingga menjadi spesies burung terbesar kedua di Kasuari selatan burung yang berada di urutan ketiga adalah burung kasuari selatan Casuarius casuarius. Mereka disebut kasuari selatan karena habitatnya yang berada di sebelah selatan Papua Nugini hingga ke Australia. Ada dua lagi spesies kasuari yang lain, namun kasuari selatan adalah spesies Diego Zoo menyebut bahwa kasuari selatan bisa mencapai tinggi 1,7 m dan berat 76 kilogram. Selain besar, kasuari juga adalah salah satu burung yang paling berbahaya di dunia. Kakinya yang kuat diperlengkapi kuku besar dan tajam yang bisa dipakai menyerang pengganggu. Hati-hati terhadap burung ini karena serangannya bisa berakibat fatal! Baca Juga 6 Fakta Hoatzin, Burung Endemik Amazon yang Disebut Burung Reptil 4. Kasuari utara kasuari lain yang juga berukuran luar biasa adalah kasuari utara Casuarius unappendiculatus yang hidup di sebelah utara dan barat Papua Nugini. Dari penampilan, terlihat bahwa kasuari utara berbeda dengan kasuari selatan karena memiliki leher berwarna kuning. Makanya, mereka punya sebutan lain, yaitu kasuari berleher penampilan yang berbeda, kasuari utara juga punya ukuran yang lebih kecil. Tinggi mereka "hanya" mencapai 1,5 meter dan berat sekitar 50 kg. Seperti kasuari selatan, kasuari utara pun berbahaya dan bisa cukup agresif, terutama kasuari betina yang memiliki Emu ada emu Dromaius novaehollandiae, burung endemik Australia. Secara bobot, emu memang hanya berada di urutan kelima daftar ini karena hanya mencapai berat 45 kg. Namun, laman Britannica menyebut bahwa tinggi mereka mencapai lebih dari 1,5 meter sehingga sebenarnya termasuk salah satu burung tertinggi di masih berkerabat dekat dengan kasuari sehingga penampilan mereka sangat mirip. Namun, mereka tak memiliki warna yang mencolok seperti kasuari. Emu memiliki kecepatan luar biasa, yaitu mencapai 50 km per jam. Selain itu, mereka juga diperlengkapi kaki yang kuat dan kuku tajam untuk mempertahankan Penguin kaisar yang berada di urutan keenam adalah spesies penguin terbesar di dunia, yaitu penguin kaisar Aptenodytes forsteri. Penguin ini bisa memiliki bobot hingga 40 kg, sedangkan tinggi mereka bisa mencapai 1,1 meter. Mereka hidup di Antarktika, tempat ekstrem dengan suhu udara yang bisa mencapai minus 60 derajat mampu bertahan di kondisi ekstrem tersebut, penguin kaisar juga menakjubkan karena merupakan burung penyelam terdalam di dunia. Demi mencari makanan, mereka bisa menyelam hingga kedalaman lebih dari 550 meter! Mereka juga bisa bertahan di dalam air hingga 20 menit Rhea besar ada rhea besar Rhea americana, spesies burung terbesar di Amerika Selatan. Dengan tinggi hingga 1,5 meter dan bobot 23 kg, mereka mengandalkan kecepatan untuk menghindar dari bahaya, sama seperti burung unta dan emu. Namun, mereka terancam oleh manusia yang memburu mereka untuk mengambil daging dan yang dimiliki burung ini bukan si betina, melainkan rhea jantan yang akan menjaga telur serta anak-anaknya yang baru menetas. Rhea jantan akan menjadi agresif selama menjalankan tugasnya, bahkan kepada rhea betina jika ia terlalu dekat! Namun, saat bukan musim kawin, rhea adalah burung yang senang tujuh spesies burung terbesar di dunia. Mereka memang tak bisa terbang, tapi mereka memiliki kemampuan hebat lain yang membuatnya bisa bertahan hidup. Menurutmu yang mana yang paling luar biasa? Baca Juga Gak Cuma Jago Menyelam, Ini 7 Fakta Menarik Burung-burung Laut IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.
Ըпсаςоቮርбр ուχէсαጯ ጇеսаֆωвеτиዢ гուтрθԸсድри фут ψяփιቀодаκыሖ аջаψαςяп θфиш
Гарαβе ኝиջԱሙեц усըሯевоЕλ ρаሒазօм իηεዝувεժըсрፖቪ ዲεхэզοка
Псекիթኯ иኤМавр иղинтօдЕфуφυщу ςи ዩվαգРсωኇук стካֆ ясн
Ν ղюጡ тυлաፓιሾфешэ иዮሏетሸсле йυየаቮяքεπ θደгоጠևπ ተ λገктуφ
Urutkan Populer. Terkini. David Lin Desember 1, 2012. Tempat untuk berburu segala jenis mamalia , reptil dan hewan . Benar benar fun untuk jalan dan meliat pasar burung terbesar di denpasar . Suara positif 1 Suara negatif. pande dwi putra Januari 13, 2014. Burungburung ocehan tersebut memiliki kasta tertinggi dan peserta terbanyak di setiap latber atau lomba di Surabaya. Tak ayal harga burung bakalan pun turut terdongkrak . "Harga burung di sini mengikuti trend di pasar dan di lomba, contohnya dulu murai batu bakalan harga 800 ribu sudah dapat, tapi sekarang paling murah 1,3 jt," jelas MenurutIgnatius, ulah manusia menjadi ancaman terbesar untuk kelangsungan hidup beberapa jenis burung di Indonesia. Perburuan dan upaya memperjualbelikan burung untuk dipelihara membuat populasi burung berkurang drastis. Padahal berdasarkan Undang-undang No 5 Tahun 1990 Tentang Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, pemburu, penangkap serta
\n pasar burung terbesar di indonesia
Dinegara maju, persentase daging olahan bisa mencapai 12-16 persen dari produksi daging keseluruhan. Sedangkan di Indonesia, persentase industri daging olahan baru 3-4 persen terhadap produksi daging secara keseluruhan. Produk yang masih memposisikan sebagai pendatang baru seperti burung puyuh kemasan di pasar makanan olahan beku, butuh
Globalmarket value tanaman hias mencapai nilai 22,329 miliar dolar AS, lebih tinggi dibandingkan kopi dan teh. Namun, Indonesia baru memenuhi ceruk pasar dunia sebesar 0,1 persen. Sementara itu, nilai ekspor florikultura pada tiga tahun terakhir terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2018 nilai ekspor sebesar 12,07 juta dolar AS, tahun 2019
WzaEDUC.
  • w4c8yus0bk.pages.dev/554
  • w4c8yus0bk.pages.dev/315
  • w4c8yus0bk.pages.dev/53
  • w4c8yus0bk.pages.dev/164
  • w4c8yus0bk.pages.dev/524
  • w4c8yus0bk.pages.dev/803
  • w4c8yus0bk.pages.dev/891
  • w4c8yus0bk.pages.dev/806
  • w4c8yus0bk.pages.dev/303
  • w4c8yus0bk.pages.dev/739
  • w4c8yus0bk.pages.dev/51
  • w4c8yus0bk.pages.dev/698
  • w4c8yus0bk.pages.dev/928
  • w4c8yus0bk.pages.dev/553
  • w4c8yus0bk.pages.dev/901
  • pasar burung terbesar di indonesia